Senin, 23 Agustus 2021

SELAMAT PAGI NOTIFIKASI

 Puisi||Sandro Making 

SELAMAT PAGI NOTIFIKASI

Kau terkejut dari bunyi ponsel ya

Kau terkejut dari bunyi ponsel yang bergetar di telinga

Tepat jam 05:00 am

Kau bangun membuka story WhatsApp. Mengetikkan kata-kata. 

“Selamat pagi”

Notifikasi akan menyebarkan ucapanmu 

Sebagai seseorang yang tepat waktu

Walaupun kau percaya

Kau masih memeluk selimut

Atau kau yang barangkali dipeluk

“Ini masih sepi bukan ramai

  Segala hal di rumah

  Menutup dirinya”

Lantas, kembali tidur. Menutup dirimu juga.

Membiarkan  notifikasi menjaga kabarmu tetap nyala

Mungkin mengucap dirinya sendiri.

( Setelah tiba di sini. Kau kecewa dan mengancam untuk menghapus setiap kau yang ditemukan di bait-bait puisi ini. Namun kau sama seperti saya. Mengerti bahwa selalu tidak mampu menghapus judulnya secara sederhana.)

2021


PULANG

Saya tiba dengan terlambat. Panggilan orang tua berdering berkali-kali. Dari rumah. Dari jauh, bermain di keramaian, saya menjawab panggilan mereka. “sebentar saya akan pulang. Sebentar lagi”. Setelahnya permainan tetap punya cara menambah waktu. Hujan yang tiba-tiba atau jam melewati tengah malam. “sepertinya saya bermalam di sini”. Sepertinya rindu sulit tumbuh di jalan-jalan menuju rumah. Bagaimana mengartikan keramaian pada isi kepala seorang pendoa?. Saya gagal menjawab jawaban. Pada akhirnya, tiba dengan terlambat. Selalu terlambat.

2021

HILANG

Saya ingin hilang dari buku-buku, dari matamu. Kau mencium-meringkas-kalimatmu kepada bibir saya. Kau pergi, membalikkan punggungmu yang mengajarkan mengapa malaikat merindukan surga.

Saya be like:

Wait 

On the way.

Dsssst...

Bunyi radio menghentikan sementara puisi ini. Barangkali talking to the moon, Bruno mars adalah lagu terakhir.

Jadi, kata saya kepada dia yang duduk di sisi kanan, kau tahu alasan langit lebih dekat pada mata tapi terlalu tinggi bagi kepala?. Dia yang sedari tadi mendengar puisi saya, berbicara dengan tenang. Hanya Tuhan yang tahu (jeda) apa kau mencintai saya?. Ya saya sungguh mencintaimu. Saya jawab. Lalu dia mencium. Mengembalikan jawaban saya kepada bibir saya sendiri. Begitu dalam. Sangat dalam. Hingga saya tahu, saya mencium sia-sia. Sebuah masa lalu yang lupa diabadikan. Sialan. Namun saya juga manusia. Siapa yang tidak merindukan surga?. Untuk ikut ke tempatmu, Dea.

2021 


PUISI

Layar ponsel (selamat datang di abad 21, penyair). Mengetikkan kata-kata.

Puisi-puisi tercipta. Dan (sebenarnya) melulu bertanya.

Apa yang saya cari?.

Jeda yang panjang. Kursor berkedip.

Tak ada jawaban pasti. Saya akhirnya memilih masa lalu.

Kenangan. Jatuh cinta pertama.

Puisi waktu itu saya baca adalah kesedihan. Soal kematian.

Sangat liris. Tapi saya menemukan diri sendiri bahagia di dalamnya.

Seperti bertemu saya yang berusia lima tahun. Menghilang setelah berulang-ulang meniup lilin ulang tahun.

Mungkin puisi adalah itu. Mungkin begitu.

Atau bagi kau, puisi adalah begini. Lebih dari ini.

Kita punya cara berbeda. Namun kita memiliki puisi.

Semoga kita saling menemukan. Kau aminkan?.

2021

------------------------------------------------------------------

Matias Aleksandro Sogemaking. Kelahiran Maumere 10 Mei 1999. Berdomisili di Kupang. Mahasiswa prodi ilmu komunikasi universitas Widya Mandira Kupang.





Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.

Comments


EmoticonEmoticon