Rabu, 21 Juli 2021

Cerita-Cerita yang Menceritakan (Dia) Sendiri

||Cerpen|| Alexandro Making 

1.

Namanya Turu. Tetangga yang pernah saya ceritakan soal mabuk-mabukan yang kali terakhir muntahannya dilihat pertama kali oleh kedua orang tuanya sendiri. Pernah suatu hari dia berkunjung ke rumah setelah pulang misa mingguan. Setelah dua hari petaka mabuk sopi tumpah di depan orang tuanya. Dan dua hari berturut-turut, katanya, dia seperti gelisah bertemu mereka berdua. “Saya selalu ada di kamar. Pura-pura tidur. Pura-pura menjadi rebahan sejati padahal saya selalu bangun tiap pagi tepat jam 6 bahkan saat mabuk pun." Wajahnya menampak sedih walau jujur penampakannya sudah seperti itu ketika saya belum tahu namanya. “Mama saya orangnya lembut sedang bapa orangnya keras tapi tegas dan sok pintar. Mereka punya idealisme masing-masing kalau mendidik anaknya terutama saya anak sulung."  Dia terus bercerita. Saya hanya diam tersenyum, menampilkan dua gigi depan saya tanpa dia tahu ramah tamah itu hal paling rumit diurai di isi kepala tuan rumah. “Kau tahu lah  setelah tamat SMP saya mendaftar ke seminari lalu singkatnya saya lanjut masuk biara dan dapat jubah frateran dan bertahan 1 tahun. Itu berarti apa? Saya sudah lama jauh  dari mereka, saya bukan anak SMP lagi. Saya bukan anak bawangan. Setelahnya dia menenggak kopi kemudian memantik rokok yang saya berikan sejak tadi. “ kau orang yang sederhana”. Kali ini saya yang berkata-kata. Giliran dia yang tersenyum walaupun dua gigi depannya tidak sebesar milik saya. Brengsek. “Ah sudahlah. Intinya orang tua saya itu orang idealis tidak cocok untuk saya yang praktis. Kau beruntung punya orang tua yang membiarkanmu bebas berekspresi. Tetap bahagia kawan, Saya pamit." Dia berbalik pulang tetap dengan wajah sedihnya. Saya mengantarnya pun dengan senyum sambil menampilkan dua gigi depan saya. Mungkin itu salah satu cara untuk kami saling mengingat. Wajah sedih miliknya dan dua gigi depan yang agak besar milik saya. Begitulah kurang lebih.

 

2.

Begitulah kurang lebih. Saya berpikir mengakhiri ketik-ketikan di layar handphone dan ingin menunjukkan cerpen perdana melalui WhatsApp. Pertama, ditampilkan di story. Kedua, mengirimnya ke grup jarang sadar, sebuah nama plesetan bagi komunitas yang menaruh miras sebagai kata kerja untuk jadwal sehari-hari. Di ruang tamu panggilan selamat siang dari mulut bapa sepulang kantor terdengar beriringan dengan notifikasi cerita telah dikirim. Memang, antar ruang rumah kami terlalu kecil untuk latar belakang keluarga kelas menengah. Mungkin saya satu-satunya orang yang tahu menjadi diam dengan sangat rahasia. Di story WhatsApp dan grup berplesetan jarang sadar tadi sudah dilihat satu orang. Masing-masing. Cukup lama dan baterai tertinggal dua persen, sebuah hal biasa. Namun pertanyaan bapa yang tiba-tiba di sebuah dapur “Ma, Dado sudah bangun?” 

“ Belum. Dia hanya keluar setelah misa minggu kemarin." Jawab mama

“Jangan sampai dia ada sempat minum sopi lagi di rumah kawannya ka?”

“Tidak tahu lagi."

Sedang di layar handphone muncul emoticon ketawa dari teman wanita yang sedetik sebelum padam. Saya mendongak. Selalu seperti ini, tubuh saya yang selalu condong ke hadapan cermin lemari dan isi kepala yang tampaknya ditinggali satu sosok. Barangkali seorang nabi karena sabdanya tetap sama. 

“Jangan menoleh ke belakang sebab cermin telah memantulkan yang sudah kau lalui."

Saya memejamkan mata. Saya perlu baca kitab kejadian. Sekali lagi. Tentang ular menjebak Hawa. Tentang  Adam yang mencintai Hawa. Tentang Tuhan mengutuki ular. Mungkin ada motif lain dibalik cerita mereka. Membantu cerpen-cerpen saya berikutnya. Dan juga bisa jadi menolong seorang nabi mengartikan atau mengubah sabdanya menjadi lagu yang menyenangkan.

***

2021 

___________________________________________________

Penulis

Bernama lengkap Matias Aleksandro Sogemaking adalah alumnus seminari menengah San Do Minggo Hokeng. Lahir di Maumere 10 Mei 1999. Sekarang berdomisili di Kupang dan melanjutkan studi di Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unwira Kupang.




Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.

Comments


EmoticonEmoticon