Sabtu, 20 Februari 2021

Cinta itu Kekal Sedang Kenangan Biarlah Berlalu.

 Cinta itu Kekal Sedang Kenangan Biarlah Berlalu. 

 (Apresiasi Puisi “Hujan Minggu Subuh dan Dingin yang Menjelma Kenangan” dan “Cinta yang Kekal” Karya Selo Lamatapo) 

Oleh: Yohan Mataubana. 

Ilustrasi: https://images.app.goo.gl


Aan Mansyur pernah bilang “Masa lalu tidak akan pernah hilang dalam ingatan manusia, kita menyebutnya sebagai kenangan”(Aan Mansyur). Masa lalu adalah kenangan yang tak akan hilang. Meski sekecil apapun kenangan ia tetap ada sebagai masa lalu seseorang.  

Di suatu kesempatan. saya bertemu dengan penulis Selo Lamatapo, putra kelahiran Kolontobo, Ile Ape Lembata, 31 Juli 1992. Penulis yang hemat saya sangat kreatif dan sudah dikenal banyak Orang. Pada 15 September 2019 tulisannya yang berjudul “ Penggali Sumur yang Ingin Pensiun” sempat tayang di Media Indonesia. Saya satu dari sekian pembaca yang menyukai tulisan-tulisannya. Selain karena sudah dikenal banyak orang, ia pun nampak inspiratif dalam menulis. Saya sempatkan waktu untuk membaca tulisan-tulisanya di Aletheia blogspot.  

Ada dua puisi yang menarik bagi saya untuk diulas dan diapresiasi Pertama:“Hujan Minggu Subuh dan Dingin yang menjelma Kenangan”. Puisi yang hemat saya memantik kita untuk melihat-lihat dialog rindu yang menjelma kenangan itu seperti apa. Tokoh Si “Lelaki” dan Si “Maria” dalam puisi menjadikan puisi ini suatu bentuk gambaran di mana relasi cinta menjadi kenangan. Aan Mansyur (yang di kenal sebagai penulis puisi romantisme) juga membahasakan persoalan tentang dialog cinta. Puisinya yang berjudul “ketika ada yang bertanya tentang Cinta” menjadi suatu permenungan yang besar kepada siapa saja yang bertanya tentang cinta. “Ketika ada yang bertanya tentang cinta/ apakah sungguh yang dibutuhkan adalah kemewahan kata-kata/ atau cukup ketidaksempurnaan kita?”. Mungkinkah Selo dan Mansyur sedang bergelut dengan cinta?(kita tidak tahu) yang pasti bahwa menulis adalah bagian dari pergulatan penyair terhadap hidupnya. kadang kala tulisan penulis adalah peristiwa yang sudah menjadi kenangan dalam diingatnya lalu di torehkan ke dalam bentuk tulisan, seperti yang saya temukan dalam puisi-puisi Selo. Di sini Selo mencoba membuktikan bahwa adakalanya kenangan itu datang mengenang secara tiba-tiba, dan bagaimana mengatasinya. 

Selo Membaca Kenangan: “Kaukah itu Maria?”

Di minggu subuh (waktu selesai mimpi barangkali) Selo menulis kenangan bagai hujan yang jatuh seperti rindu. Ia menulis tentang seseorang yang tiba-tiba saja di datangkan dari embun yang dilihat lelaki itu dari kaca jendela. “Kaukah itu, Maria?”. Pertayaan yang mengandaikan bahwa lelaki itu sedang terhanyut oleh hujan yang datang sebagai rindu dan dingin yang menjelma kenangan.Sayangnya, rindu sedang berpihak pada kesepian. Tetapi justru di balik kesepian itu, ada pertayaan imaji“ kaukah itu Maria?” menjadi titik suatu puisi dijadikan hidup, karena menghadirkan semacam dialog batin. Pernahkah kalian ditinggalkan luka oleh seseorang yang kalian cintai? Seperti itulah rasa di dalam gambaran puisi ini. Selebihnya puisi ini mengajarkan kita untuk jatuh pada kayalan yang entah mau kita jawabi seperti apa, yang utama adalah penulis sedang memberi gambaran akan situasi dan juga dialog batin yang mengharuskan dia menjumpai ilusi antara embun yang menjelma air mata seorang perempuan bernama Maria ( bisa jadi maria adalah cewek yang di sayangi oleh lelaki itu menurut gambaran penulis tetapi bisa juga Selo itu adalah si “lelaki”. Siapa tahu? hanya penulis yang menyimpan rahasia itu). Seperti yang dikatakan Aan Mansyur “Masa lalu tidak pernah hilang dalam ingatan manusia, kita menyebutnya sebagai kenangan”. Dan bisa di katakan ini gambaran situasi luka. 

Hujan Minggu Subuh

dan Dingin yang Menjelma Kenangan

minggu subuh

hujan jatuh seperti rindu

berderai-derai

dan dingin menjelma kenangan

di tepi kasur

lelaki murung duduk memeluk lutut

bagai  memeluk tubuh kekasih

di kaca jendela

embun basah menjelma wajah sedih

seorang perempuan

yang menolak dipeluk

“ kaukah itu, Maria?”

tak ada sahutan

hanya derai hujan

(mei,2020)

Kenangan di Baca sebagai Cinta yang kekal

Puisi Kedua: Cinta yang Kekal. Puisi ini mempunyai korelasi erat dengan puisi pertama. Menurut saya ini lanjutan dari isi puisi di atas tentang si lelaki membaca kenangan ketika pertanyaannya hanya derai hujan. Setelah lelaki itu bertanya dan hanya derai hujan, maka ia kembali memilih untuk melupakan kenangan, sebab terlampau ada luka yang menganjali pikirannya. Berarti dengan jelas puisi ini berbicara mengenai seorang lelaki yang sedang bergumul dengan luka batin. yang pasti bahwa satu-satunya orang yang membuat lelaki itu terpesona akan ilusi ialah Maria. Di sini kita bisa mengambil inti bahwa ketika luka masih saja ada dalam ingatan, sebaiknya lekas harus mengambil sikap kesadaran baru dengan cara berani melupakan, meski sesuatu yang bersifat luka apalagi karena cinta itu sulit dan tidak mudah di lepas (butuh waktu bertahun-tahun lamanya untuk bisa melupakan) 

Cinta yang kekal

tanpa sesal,

kau memilih lupa

sebab terlampau banyak luka

kau pikul

kepala yang kerap mengenang

kini dingin dan kosong

kenangan hilang

seperti kabut ditelan terang

tapi cinta tinggal kekal

(Mei,2020).

Bagi saya, Selo telah menempatkan diri sebagai penulis yang pandai merawat kenangan. Ia membangkitkan imajinasi dan membawa pembaca bergumul sampai pada titik mengenang dan berani meninggalkan(intropeksi diri) kenangan jika itu luka yang parah. Di sini genaplah apa yang di firmankan Joko Pinurbo. “cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sajak sederhana yang tak ada matinya”(JOKPIN). Cinta dan rindu dalam puisi Selo sangat kuat memegang pesan Jokpin. 

Di hari kasih sayang ini,kita juga di ajak merenungi kedua puisi ini. Selo ingin mengambarkan kepada kita bahwa relasi cinta yang terjadi kadang bisa menimbulkan luka apalagi jika di tinggal kekasih tanpa kabar, di saat masih ada sayang-sayangnya. Kenangan selalu ada dalam diri, dan bisa tumbuh kapan saja, yang terpenting adalah ketika kenangan mendatangkan dirimu, lekas sebaik-baiknya mengambil tindakkan penyadaran diri. Mungkin apa yang di katakan Joko Damono itu benar “yang fana adalah waktu dan kita abadi”dan dalam puisi Selo kita belajar untuk lekas yang abadi adalah cinta. sementara rindu (kenangan) biarlah berlalu. 

Selamat Merayakan Hari kasih sayang. 

-----------------------------------------------
Penulis
Yohan Mataubana



Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.

Comments


EmoticonEmoticon