Senin, 29 Maret 2021

Menyisai Sesal




(Gambar: pixabay.com)

(Matahari tahu diri untuk kembali ke peraduannya, sama seperti lelaki itu yang tahu diri bahwa tidak ada kesempatan baginya untuk menjadikan wanita itu miliknya. Dan senja pun perlahan menghilang, seperti lelaki itu yang memutuskan untuk menghilang dari kehidupan wanita yang dia cintai.)

       Benarkah pertemanan antara seorang laki-laki dan wanita hanya akan berujung pada rasa cinta dan ingin memiliki? Entah si wanita yang terlebih dahulu menumbuhkan benih-benih cinta itu  ataukah lelaki itu yang sejak dulu mengutarakan rasanya melalui leluconnya yang selalu membuat wanita itu tersipu malu? Apabila keduanya saling mencintai dan hanya memendam rasa itu di balik topeng persahabatan yang mereka bangun, apakah mereka akan saling mengutarakan perasaan itu ataukah mempertahankan persahabatan itu dan merelakan salah satunya menjadi milik orang lain?
......
       Tidak seperti biasanya kedua orang itu duduk bersama dan saling mendiamkan satu sama lain. Malam ini terasa begitu sepi dan dingin, sedingin jarak yang telah mereka ciptakan. Rina dan Rohan duduk di bangku taman kota. Tidak ada yang berbicara, keduanya diam dan terhanyut dalam pikirannya masing-masing. Tidak biasanya mereka seperti itu. Sudah 30 menit berlalu dan tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir mereka. Seolah-olah menunggu siapa yang akan lebih dahulu berbicara.
Rohan menghela napas, dengan tatapan yang sendu ia menatap Rina dan berkata, "Rin, aku pengen mengakhiri hubungan persahabatan kita. Aku akan ke Bandung dan menetap di sana. Kamu baik-baik ya disini. Aku janji gak bakalan ganggu hidup kamu lagi." Rina memalingkan wajahnya dari tatapan Rohan. 
       "Sebenarnya salah aku apa sampai-sampai kamu ninggalin aku kayak gini. Kalau memang aku ada salah sama kamu, ya ngomong jangan kayak gini. Persahabatan selama 5 tahun yang udah kita bangun dari zaman SMA dan kamu pengen hancurin gitu aja tanpa alasan yang jelas? Aku gak bisa terima, bukannya kita udah janji kalau ada masalah kita harus saling terbuka dan mencari solusi? Sekarang kemana janji dan komitmen itu? Tanpa alasan yang jelas, aku gak tahu salah aku apa sampai kamu pengen ninggalin aku. Kalau kamu pergi siapa yang bakal temenin aku kemana-mana, siapa yang bakal meluk aku kalau aku lagi sedih, siapa yang marahin aku kalau aku salah, siapa yang bakal khawatir kalau aku sakit? Aku gak bisa kalau kamu pergi kayak gini. Aku ngerasa kehilangan banget." Rina mengeluarkan semua unek-uneknya pada Rohan, yang sudah seminggu ini mulai berubah sifatnya. Yang mulai menjauhinya perlahan.
       Rohan menggeser posisi duduknya mendekati Rina dan menggenggam tanganmya dan mencoba menenangkannya. "Rin, udah ada Andi. Kamu gak butuh aku lagi. Sekarang sudah saatnya kamu ngelepasin aku. Kamu bukan anak kecil yang harus aku selalu temanin."
       "Oh, jadi selama ini kamu cuman anggap aku beban buat kamu dan sekarang kamu pengen ngelepasin beban kamu? Ok, kalau gitu kamu mau pergi ya pergi aja. Toh persahabatan kita gak penting lagi buat kamu, kalau mau hancurin, ya udah hancurin aja. Itu maunya kamu kan?" Rina menepis tangan Rohan. "Bukan gitu Rin, aku gak pernah anggap kamu beban selama ini buat aku. Aku senang bisa  kenal kamu.  Semua waktu yang pernah aku lewati bareng kamu adalah hal yang paling terindah dalam hidup aku." 
       "Indah? Kalau indah kenapa pengen dihancurin. Kalau emang kamu pengen hancurin persahabatan kita, tinggal bilang, bisa kan? Gak usah diamin aku kayak gini. Seminggu kamu diamin aku, dan selama itu aku selalu bingung salah aku apa sama kamu. Kalau kamu bosan temenan sama aku, ya bilang. Gak usah drama kayak gini, pake acara bilang indah segala persahabatan kita selama ini? Gak lucu tahu. Tuh kan akunya aja yang dari tadi ngomong, sampe pegal mulut aku. Kamu bisanya diam aja. Ngomong dong, kalau kamu gak mau ngomong lagi, ya udah aku pulang." Rina pun berdiri dan hendak pergi.
       Saat Rina hendak melangkahkan kakinya, Rohan memeluknya. "Aku sayang sama kamu." Akhirnya kata itu diungkapkan setelah dipendam selama 5 tahun. "Aku sayang sama kamu dari dulu. Aku benci ngelihat kamu pacaran sama Andi. Aku pikir aku bisa menutupi perasaan cemburu itu, tapi aku gak bisa. Setiap kali aku lihat kamu bersandar di bahunya dan tersenyum padanya penuh cinta, aku benci. Seharusnya senyuman itu milikku dan hanya untukku." 
       Air mata Rina perlahan mulai menetes, dia memeluk Rohan semakin erat. "Maafkan aku laki-laki pengecut yang gak bisa ungkapin perasaan aku ke kamu." Kata Rohan sambil mengelus kepala Rani, mencoba untuk menenangkannya.
       Jujur, Rina pun sebenarnya suka sama Rohan. Selama ini dia menunggu Rohan untuk mengungkapkan perasaan padanya, tetapi itu tidak pernah terjadi. Dan karena lelah menunggu, dia pun menerima perasaan Andi dan mereka pacaran. Sekarang Rina sudah mulai menyayangi Andi dan saat ini juga dia tidak ingin kehilangan Rohan. Dia tak bisa berkata apa-apa. Hanya air mata yang bisa mengekspresikan dilema dalam hatinya. Dia menyayangi kedua laki- laki itu dan tidak ingin kehilangan salah satunya.
       Rohan melepaskan pelukannya dan mengusap air mata Rina, "Kamu jangan nangis, jelek loh muka kamu kalau nangis. Untuk terakhir kalinya kamu senyum buat aku, jangan beri aku air mata buat perpisahan kita, please." Kata Rohan pelan dan penuh harap. Rina berusaha untuk berhenti menangis dan tersenyum untuk Rohan. Melihat senyuman itu hati Rohan begitu sakit karena akan berpisah, ia sekali lagi memeluk Rina dan mengecup keningnya.
.....
Dan akhirnya Rohan pergi. Dan setelah kejadian itu. Untuk terakhir kalinya Rohan melihat senyuman manisnya Rina jatuh di akhir kisah hidupnya.

___________________________________

Lidwina Rusmawati, Mahasiswi Semester 4 Program Studi Akuntansi di Universitas Nusa Nipa Maumere









Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.

Comments


EmoticonEmoticon