Selasa, 28 September 2021

RINDU PENYAIR

Parade Puisi || Agus Widiey

Janur Kuning Tanda Luka

Barangkali janur kuning menjadi sebuah tanda

Tanda bahwa luka akan segera memelihara

Memelihara cinta yang tak dapat kupinang

Selebihnya hanya dapat kukenang


Beragam bunga sudah tertera

Di ambang jendela bercahaya

Demikian pula rapalan mantra

Semakin terasa dalam jiwa


Janur kuning telah memekung

Duka-duka terpaksa harus kutanggung

Tersebab bencana hati sempurna tertikung.


Pakondang, 2021



Hujan Bukan Di Musimnya


Ketika hujan turun bukan di musimnya

tanah - tanah akan merasa lebih gembira

demikian pula daun-daun kenanga

telah memekarkan kelopak bunga

Akar yang sudah lama menahan rindu

dan urat-uratnya yang kian mulai layu

kini kembali dengan kucup yang baru


Sungguh tak ada yang lebih sayu

Kecoali hujan di tanah berdebu

Ditaburkan aroma penuh rindu

Kepada batu-batu yang bisu.


Pakondang, 2021


Rindu Penyair


Rindu penyair tak kunjung akhir

Merawat kenangan demi kenangan


Pada catatan masa lalu

Akhir hanyalah siklus waktu

Bukan kefanaan sebilah harapan

Yang bisa terlepas dalam ingatan


Rindu penyair tak kunjung akhir

Sebab kata-katanya terus mengalir

Dan juga pada setiap getah

Yang ditumbuhi mawar merah

Senantiasa akan berdiang sebagai sejarah

Selebihnya selalu rekah

Di tubuh cinta penuh keluh kesah


Rindu penyair akan terus membajir

Mengalirkan kata-kata dari hulu ke hilir.


Pakondang, 2021


Memasak Rindu


Perempuan itu tengah memasak rindu

Di atas api dengan tungku

Sembari memotong sebuah kecur

Hingga berlapis-lapis jarak

Mampu ia segera masak


Asap dan bawang merah

Menyatu dan mewartakan aroma sejarah

Melalui udara dari berbagai arah

Sampai sepi menusuk begitu pasrah.


Pakondang, 2021


Cinta Yang Tak Sampai


Cinta yang tak sampai

Membuat rindu tak kunjung selesai

Mengenang segala janji

Yang harusnya abadi

Bukan sekedar mimpi

Bukan sekedar embun pagi

Yang lenyap di tubuh matahari.


Pakondang, 2021

------------------------------------------------------

BIODATA

Agus Widiey, Lahir di Batuputih, Sumenep, Madura, 17 Mei 2002. Sekarang masih tercatat sebagai santri aktif pondok pesantren Nurul Muchlishin Pakondang, Rubaru, Sumenep, Madura. puisi-puisinya tersiar di berbagi media seperti radar madura, cakra bangsa, Harian Bhirawa, Harian sib, Tajdid ID, Takanta ID, BMR FOX, puisi alit, puisi pedia, dan antologi puisinya antara lain; Rumah Sebuah Buku(2020) Hidup Itu Puisi(2020) Subuh Terakhir(2020) Seruling Sunyi Untuk Mama(2020) Sumpah Pemuda (2021) Merapal Jejak(2021) Goresan Kenangan(2021).



Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.

Comments


EmoticonEmoticon