Selasa, 21 September 2021

Membicarakan kehilangan

 Oleh : Sandro Sogemaking

MEMBICARAKAN KEHILANGAN

Di hadapan cermin, saya meraba-raba diri sendiri. Ada jerawat yang tumbuh di bawah bibir. Bentuknya mengesalkan dan sedikit sakit. Dan sialnya saya belum mencium seseorang yang membuat saya jatuh cinta. Di sekitar leher, pahatan-pahatan kasar menjalar seperti bekas luka. Seperti musim yang gagal mengambil kemarau. Atau barangkali hujan belum mampu menyembuhkannya. Entahlah, tapi cermin ini terlalu jujur. Kejujuran berlebihan selalu membuat siapa pun gagal gembira. Toh manusia pada dasarnya selalu ingin menghibur diri. Bahkan hiburan adalah kata ganti dari keselamatan. Itulah sebab mengapa doa tetap berupa kata-kata kerja yang kadang muncul tanpa rencana. 

Namun di sini, yang bisa dibilang hari ini, saya sadar telah memiliki banyak kehilangan. Perihal-perihal rindu mengalun seperti musik klasik di kepala. Ada kebahagiaan yang tak lagi sama. Ada pesta yang tidak bisa dirayakan kembali. Ada kenalan yang tak lagi saling jumpa. Karena betapa pun seseorang ingin menyelamatkan dirinya, kehilangan akan lebih sibuk mencari dan menemukan. Dan kita perlahan belajar kerapuhan. Kita belajar bahwa tidak ada keabadian. Saya belajar bahwa perubahan itu tidak selamanya memuaskan. Usia-usia akan terus bertambah dan menjadi renta. Cerita selalu berbeda di hari-hari berikutnya. Kalender-kalender masa silam melepaskan dirinya dari dinding rumah. Doa juga bisa berarti begitu dengan amin paling tabah. Persis dengan nasehat orang tua; berjalanlah ke depan jangan menoleh ke belakang.

Setelah membicarakan kehilangan. Kehilangan sendiri menjawab saya dengan jujur. Lebih berani mengatakan tidak ketika saya masih suka menipu diri.

2021


MEMBICARAKAN KEHILANGAN 2


Di antara tanggal-tanggal dan menanggalkan diri sendiri, saya daftarkan perihal-perihal yang hilang seperti sebuah litani

  • Manis. Dia adalah kucing saya. Walau terkesan feminim, dia seekor pejantan tangguh. Pernah suatu hari dia menghancurkan kepala ular yang coba mematuk salah satu kaki mama di dapur. Dia juga sering kali memutuskan ekor kadal. Ketika umurnya cukup tua, dia kabur dari rumah. Entah alasan apa dia pergi. Dan saya baru tahu kejadian itu setelah pulang ke rumah. Empat tahun yang lalu.
  • Amanda. Dia adalah wanita kedua setelah mama yang berkenan saya pegang tangannya. Dia wanita yang punya senyum manis dan berotak cerdas. Saya selalu gemetar ketika ada di sisinya. Kedekatan kami pun berakhir pisah setelah tangan saya sengaja menyentuh bokongnya. Sejak itu kami tidak lagi berpegangan tangan seperti hari sebelumnya. Dan, ah satu hal yang saya lupa, Amanda itu teman SMP. Tiga tahun yang lalu.
  • Dijot. Nama samaran. Saya sudah biasa memanggilnya begitu. Dia adalah teman SMA yang gemar berkelahi. Mungkin, karena idolanya seorang legenda tinju, Mike Tyson. Saya tidak suka tinju. Saya lebih menyukai buku-buku dan menulis beberapa bait puisi. Dijot orang pertama yang menyukai puisi saya. Kebetulan judul puisi pertama saya adalah namanya sendiri. Barangkali hal ini yang mengakrabkan kami. Lagi pula awal-awal puisi ini sering menulis ceritanya. Misal dia memukul siswa lain. Memukul satpam. Memukul guru. Memukul kepala sekolah. Dan semata karena menolong saya. Dia tahu, saya memiliki banyak hari sial. Akhirnya dia dikeluarkan dan dibenci oleh semua yang dia pukul di sekolah. Kabar dia terakhir kali adalah kegiatan reuni. Salah seorang teman memberitahu saya bahwa Dijot tewas ketika ada pertarungan antar kampung. Dua tahun yang lalu.
  • Tuhan. Sejujurnya, sampai di sini terdapat jeda yang panjang. Tuhan pasti mengerti. Atau barangkali saya yang terlalu memaksakan diri. Sejak saya mulai terlanjur mengecap tembakau, saya jadi malu berdoa. Bagi saya berhadapan dengan sesuatu yang suci, tidak pantas menunjukkan bibir penuh dosa. Untuk ini apa Tuhan masih ingin mengerti?. Lagi-lagi saya memaksakan diri. Ketika mengecap tembakau pertama kali, saya tidak pernah kunjung sembuh. Setahun yang lalu. 
  • Puisi. Setiap memasuki dirimu, saya seperti berhadapan dengan teka-teki : Jalan-jalan yang bercabang. Diam yang ganjil. Kesedihan dan kebahagiaan yang belum saya kenal. Kesendirian yang sulit disimpulkan; dan pulang darimu, kau masih saja tanda tanya. Ada jawaban-jawaban tak selesai selain  mengajarkan untuk meninggalkan yang harus ditinggalkan. Bahkan itu dirimu.


Dan begitulah. Daftar ini bisa menjadikan saya sebagai sebuah tahun yang tidak mengerti dirinya. Tapi tetap akan ada kehilangan-kehilangan. Membuat saya terjaga dan berbicara.


2021

---------------------------------------------------------------

                            Biodata

Nama lengkap Matias Aleksandro Sogemaking. Alumni Seminari San Do Minggo Hokeng. Bergiat Sastra di Kelas Puisi Alit (kepul) Berdomisili di Kupang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar